بسم الله الرحمن الرحيم

Rabu, 19 Februari 2014

XVII.SIFAT ORANG-ORANG ARIF DAN PENDAPAT MEREKA TENTANG HAL ITU

Yahya bin Mu'adz ar-Razi _ rahimahullah _ berkata,"Selama seorang hamba menempuh proses ma'rifat (mengenal Allah),maka akan dikatakan padanya,'Janganlah Anda memilih sesuatu.Janganlah Anda bersama pilihan atas dasar keinginan Anda sendiri sehingga Anda benar-benar menjadi orang arif '.Ketika ia sudah mengenal Tuhannya dan menjadi seorang yang arif,maka dikatakan padanya,'Jika anda mau memilih,maka silakan memilih,dan jika tidak ingin memilih maka silakan tidak memilih.Sebab jika Anda memilih maka Anda memilih dengan pilihan Kami.Dan jika Anda tidak memilih,maka keputusan Anda untuk tidak memilih juga karena pilihan Kami.Karena selalu bersama Kami dalam memilih atau tidak memilih."

Yahya bin Mu'adz _ rahimahullah _ juga pernah berkata,;

"Dunia itu ibarat sepasang temanten.Barangsiapa mencarinya maka ia akan bersusah payah memoles dan meriasnya.Sedangkan seorang yang zahid akan dunia,ia akan menghitamkan wajah dunia,mencabuti rambut dan akan mengoyakkan pakaian dunia.Sementara orang yang arif kepada Allah akan selalu disibukkan dengan Tuannya dan tak akan pernah menoleh pada dunia."

Ia melanjutkan ucapannya, "Ketika seorang yang arif meninggalkan etikanya di saat ia ma'rifat pada Tuhannya,maka ia benar-benar hancur bersama orang-orang yang hancur."

Dzun-Nun al-Mishri _ rahimahullah _ berkata, "Tanda-tanda orang yang arif ada tiga: Pertama,sinar (nur) ma'rifatnya tidak memadamkan sinar wara'-nya. Kedua,secara batin tidak berkeyakinan suatu ilmu dimana hukum lahiriah (syariat)nya merusak keyakinan tersebut. Ketiga,banyaknya nikmat Allah dan kemuliaan (karamah) yang diberikan kepadanya tidak mendorongnya untuk memporak porandakan tirai larangan-larangan Allah swt."

Sebagian dari kalangan Sufi mengatakan, "Bukanlah seorang arif orang yang menerangkan ma'rifat kepad putra-putra pecandu akhirat.Lalu bagaimana bila menerangkannya kepada putra-putra pecandu dunia?"

Ada pula yang mengungkapkan, "Bila seorang arif menoleh (memperhatikan) pada makhluk dan berpaling dari Dzat yang diketahuinya tanpa mendapatkan izin dari-Nya,maka ia akan menjadi hina di kalangan makhluk-Nya"

Sebagian lain mengatakan, "Bagaimana Anda bisa mengetahui-Nya,sementara dalam hati Anda tidak ada kendali yang mampu menguasai rasa hormat dan kemuliaan-Nya? Bagaimana Anda bisa meminta dan mencintai-Nya? Bagaimana Anda bisa mengingat dan mencintai-Nya,sementara dalam hati Anda tidak ada wujud kelembutan kasih sayang-Nya,dan Anda telah lalai dengan nikmat yang diingatkan pada Anda sebelum diciptakan-Nya?"

Saya pernah mendengar Muhammad bin Hamdun al-Farra' _ rahimahullah _ berkata; Saya mendengar Abdurrahman al-Farisi, saat ditanya tentang paripurna ma'rifat.Kemudian ia menjawab,;

"Apa bila hal-hal yang beraneka ragam telah berkumpul menjadi satu,berbagai kondisi dan tempat telah sejajar dan tidak lagi melihat adanya perbedaan."

Syekh Abu Nashr as-Sarraj -- rahimahullah -- berkata:Maknanya ialah waktu seorang hamba dalam segala kondisinya selalu dengan Allah dan untuk Allah dan meninggalkan apa yang selain Allah.Saat itulah ia dalam kondisi spiritual yang sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

trimakasi atas kunjungan nya
mudah mudahan taufik dan hidayah allah selalu menyertai kita