بسم الله الرحمن الرحيم

Rabu, 19 Februari 2014

7. RIDHA DAN SIFAT PELAKUNYA

Syekh Abu Nashr as-Sarraj -- rahimahullah -- berkata:Ridha adalah kedudukan spiritual mulia.Sementara itu Allah swt.telah menyebutkan dalam firman-Nya:

"Allah ridha (rela) kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya." (Qs. Al-Ma'idah: 119)

Dia juga berfirman:

"Dan keridhaan Allah itu lebih besar." (Qs. At-Taubah:72)

Dalam ayat ini disebutkan,bahwa ridha Allah kepada mereka (hamba) jauh lebih besar dan lebih dahulu daripada ridha mereka kepada-Nya.

Sementara itu ridha adalah pintu Allah yang paling agung dan merupakan surga dunia.Dimana ridha adalah menjadikan hati seorang hamba merasa tenang dibawah kebijakan hukum Allah Azza wa Jalla.

Al-Junaid _ rahimahullah _ pernah ditanya tentang ridha,kemudian ia menjawab,"Ridha adalah tidak memilih (ikhtiyar)."

Sementara al-Qannad _ rahimahullah _ juga pernah ditanya tentang ridha,lalu ia menjawab, "Ridha adalah tenangnya hati atas berlakunya takdir."

Dzun-Nun pernah ditanya tentang ridha, lalu ia menjawab,"Ridha adalah senangnya hati atas takdir yang berlaku padanya."

Ibnu 'Atha' _ rahimahullah _ mengatakan,"Ridha adalah melihatnya hati nurani pada pilihan Allah yang lebih dahulu telah ditetapkan untuk hamba-Nya.Agar ia tahu bahwa Dia memilihkannya yang terbaik untuknya, sehingga ia ridha (senang) dan tidak jengkel dengan-Nya."

Abu-Bakar al-Wasithi_ rahimahullah _ berkata,;

"Pergunakan ridha sekuat tenagamu,dan jangan Anda biarkan ridha memperalat Anda,sehingga Anda akan terhalang untuk merasakan kenikmatannya dan melihat hakikatnya."

Hanya saja,orang-orang yang ridha dibedakan menjadi tiga kondisi;

Pertama,orang yang berusaha mengikis rasa gelisah didalam hatinya,sehingga hatinya tetap setabil dan seimbang terhadap Allah swt.atas kebijakan-kebijakan hukum yang diberikan-Nya.Baik berupa hal-hal yang tidak diinginkan dan kesulitan maupun hal-hal yang menyenangkan,baik berupa pemberian atau tidak diberi apa pun."

Kedua,orang yang tidak melihat ridhanya kepada Allah,kerena ia hanya melihat ridha Allah kepadanya.Kerena Allah swt.telah berfirman';"Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepadha-Nya." (Qs. Al-Ma'idah ; 119).Sehingga ia tidak menetapkan,bahwa dirinya lebih dahulu ridha kepada-Nya,sekalipun kondisi spiritualnya tetap stabil dalam menyikapi kesulitan dan bencana maupun hal-hal yang menyenangkan,baik diberi atau tidak.

Ketiga,adalah orang yang melewati batas itu.Ia sudah tidak melihat lagi ridha Allah kepadanya atau ridhanya kepada Allah.Sebab Allah telah menetapkan lebih dahulu ridha-Nya kepada makhluk.Sebagaimana yang dikemukakan Abu Sulaiman ad-Dararani _ rahimahullah, "Amal (perbuatan) makhluk bukanlah yang membuat Dia ridha atau benci.Namun Dia memang ridha kepada sekelompok kaum,kemudian mereka dijadikan bisa berbuat dengan perbuatan orang-orang yang Dia murkai."

Ridha merupakan akhir dari beberapa tingkatan dan kedudukan spiritual (maqam).Kemudian setelah itu mengharuskan pada beberapa kondisi spiritual (ahwal) orang-orang yang mampu mengendalikan hati nuraninya (arbabul-qulub),melihat hal-hal yang gaib dan pelatihan hati nurani karena jernihnya dzikir dan hakikat berbagai kondisi spiritual.

Maka kondisi spiritual pertama bagi orang-orang yang mampu mengendalikan hati nuraninya adalah muraqabah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

trimakasi atas kunjungan nya
mudah mudahan taufik dan hidayah allah selalu menyertai kita